Satu isu yang terus berkembang pasca Pemilihan Presiden [Pilpres] —ekuivalen dengan Pilkada tidak langung- ialah tentang penduduk Bali yang menolak reklamasi di Bali Selatan. Gerakan yang berusaha menjaga sosial budaya dan ekosistem Pulau Dewata ini hanya menuntut satu hal, menolak reklamasi di Teluk Benoa. Karena rencananya, perairan seluas 838 hektar itu akan diuruk dan dibangun sebuah pulau buatan di atasnya.
Selama dua tahun terakhir isu ini makin menggelembung. Mulanya penolakan hanya dilakukan oleh 25 orang. Namun sekarang, aksi penolakan bisa dilakukan oleh 1000 massa yang turun ke jalan. Penggeraknya ialah solidaritas musisi, seniman, dan pegiat lingkungan hidup yang tergabung dalam forBALI [forum Bali Tolak Reklamasi].
People power ini bahkan mampu memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertindak ‘vulgar’ dengan terbitnya Perpres No 51/2014. Yang mengatakan bahwa Teluk Benoa ‘halal’ direklamasi. Padahal di Perpres 45/2011, dikatakan bahwa Teluk Benoa adalah kawasan konservasi.
Tapi mengapa, pulau yang ditopang oleh industri pariwisata itu menolak untuk dieksploitasi lebih jauh? Berikut ini adalah 13 alasan forBALI terus berkoar menentang rencana megaproyek reklamasi. Cekidot!
1. Reklamasi akan merusak fungsi dan nilai konservasi kawasan serta perairan Teluk Benoa, misalnya daerah resapan banjir, campuhan agung [situs suci], dan kawasan ekosistem
2. Reklamasi menyebabkan berkurangnya fungsi Teluk Benoa sebagai tampungan banjir dari 5 sub-DAS [Daerah Aliran Sungai].
3. Reklamasi dengan membuat pulau baru akan menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Karena lapisan tanah pulau baru itu lemah akan getaran dan bertentangan dengan prinsip adaptasi bencana.
4. Peningkatan padatan di habitat terumbu karang dapat mematikan polip karang dan merusak sekelilingnya. Dan teluk dapat kehilangan kesehatan ekosistem.
5. reklamasi mengancam ekosistem mangrove dan prapat [sonneratia spp] yang tumbuh di Teluk Benoa. Karena kondisi perairan akan berubah.
6. Ancaman bahaya abrasi kian menjadi seandainya reklmasi betul-betul terealisasi.
7. Akibat Bencana ekologis makin meluas. Tidak hanya teluk benoa, tapi tempat pengambilan material juga ikut kena dampak serupa. Merosotnya keragaman hayati juga berpengaruh pada ekonomi sosial.
8. Reklamasi adalah cara investor mendapatkan tanah murah di kawasan strategis pariwisata. Jika hal ini terealisasi, maka nilai kawasan suci akan merosot. Kehilangan wilayah konservasi. Dan menghilangnya perairan bebas seluas 700 ha.
9. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah pada Perpres No.51 Th.2014 hanya menguntungkan investor. Imbasnya adalah masyarakat Bali tidak berdaulat atas alamnya dan tata kelola lingkungan hidup.
10. Pembangunan yang tak berimbang. Dinas Pariwisata pernah mengeluarkan riset bahwa telah kelebihan 1000 kamar. Gubernur pun sampai membuat moratorium [jeda sementara] untuk Bali Selatan. Dengan adanya reklamasi ini, pembangunan antara Bali Selatan, utara, barat dan timur akan makin timpang.
11. Investor seringkali beri janji manis namun tidak terwujud. Kasus reklamasi Pulau Serangan, GWK, Pecatu Graha, dan BNR adalah contohnya.
12. SBY mengingkari komitmen C.T.I [Coral Triangle Initiatives] yang dibuatnya untuk menjaga terumbu karang.
13. Pariwisata Bali tergantung kepada alam yang membentuk budaya dan spiritualitas. Jika itu hilang, pariwisata Pulau Dewata akan bangkrut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar